Information : rocky marmata
Terbit pada : 17 Maret 2025
Waktu Baca : 3 Menit
LINTASWAKTU33 - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, bersama tiga hakim lainnya, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait keputusan pembebasan (ontslag) dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO). Kasus ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.
Ahli Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho, mengungkapkan keterkejutannya atas tuduhan suap senilai Rp60 miliar yang menjerat Ketua PN Jaksel dan tiga hakim lainnya. Menurutnya, kasus ini bukan hanya pelanggaran etik biasa, melainkan bentuk "perdagangan hukum" yang sangat serius.
Jika hakim bisa dibeli oleh korporasi, apa lagi yang bisa diharapkan dari negara hukum kita? Ini bukan sekadar pelanggaran kode etik, melainkan praktik jual-beli hukum demi kepentingan pemodal," tegas Hardjuno dalam pernyataannya, Kamis (17/4/2025).
Lebih lanjut, ia membandingkan kasus suap korporasi ini dengan korupsi birokrasi konvensional. Menurutnya, dampak suap korporasi jauh lebih merusak karena tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak sistem peradilan.
Korupsi birokrasi mungkin mencuri uang rakyat, tetapi suap korporasi membajak hukum untuk melanggengkan dominasi ekonomi. Mereka tidak sekadar lolos dari hukuman, tetapi juga membeli keadilan dan mengendalikan negara sesuai kepentingan mereka," jelasnya.
Kasus ini semakin memperlihatkan betapa rentannya sistem hukum terhadap intervensi pemilik modal. Jika tidak ditangani secara tegas, praktik seperti ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
0 Komentar