Information : HendrikSaputra99
Terbit pada : 12 Maret 2025
Waktu Baca : 4 Menit
LINTASWAKTU33 - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, Mufti Anam, mengungkapkan kekecewaannya kepada para petinggi PT Pertamina (Persero). Hal tersebut disebabkan karena tidak ada satupun dari pihak mereka yang membahas perkembangan kasus bensin Pertamax oplosan dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI. Padahal, Mufti berkata bahwa pembahasan mengenai polemik bensin oplosan tersebut merupakan topik yang dia tunggu ketika melakukan rapat bersama PT Pertamina.
"Jujur saja Pak, kami sedikit kecewa. Kami tunggu-tunggu dari tadi papaan soal ter-update Pertamax oplosan tapi tidak ada sebait kata pun yang menjelaskan soal itu di kesempatan," ungkap Mufti dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Direktur Pertamina, Simon Aloysius, beserta jajarannya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Padahal, Mufti berkata, pertemuan dengan PT Pertamina (Persero) telah dinanti-nantikan olehnya sejak beberapa minggu yang lalu. Meskipun dia merasa beruntung bahwa pertemuan tersebut akhirnya berjalan, politikus dari PDIP ini masih merasa pernyataan dari pihak Pertamina kurang memuaskan dan belum dapat mengurangi kekhawatiran DPR serta masyarakat luas.
Dia juga menyampaikan bahwa banyak orang marah besar dengan Pertamina di bulan suci Ramadan ini, karena mereka merasa telah ditipu oleh Pertamina selama bertahun-tahun.
"Innalillahi wa innailaihi rajiun, Pak, di tengah bulan suci Ramadhan ini, semua rakyat marah, Pak. Sangat marah. Bahkan, kami memiliki saudara-saudara yang setiap hari, setiap kali bertemu dengan kami, selalu menyampaikan kemarahannya. Mereka sangat kecewa dengan Pertamina karena merasa telah ditipu selama bertahun-tahun," ujar Mufti.
Dia menyinggung kembali momen di tahun 2024 kemarin, ketika anggota DPR pernah meminta penjelasan tentang kualitas bahan bakar minyak (BBM) Pertamina. Ternyata, semua peristiwa saat ini mengenai bensin yang dicampur (oplosan), yang menjadi perhatian DPR selama ini, seperti bom waktu yang kini meledak.
"Maka harapan kami, kasus korupsi yang sudah ditangani Kejaksaan, yaitu Pertamax yang dicampur, yang diklaim telah merugikan negara lebih dari Rp 1.000 triliun ini, dan juga baru-baru ini ditemukan kontrak campuran antara Pertamina dengan pihak swasta, yang sudah berjalan sejak 2017, maka saya harap ada penjelasan yang sangat jelas di akhir sesi," ujar dia.
Mufti juga mengharapkan penjelasan dari pihak Pertamina terkait kasus yang melibatkan perusahaan tersebut. Menurutnya, jika benar terdapat kontrak oplosan, hal tersebut merupakan indikasi dari Pertamina。 Ini karena, selain menyebabkan kerugian negara, Pertamina juga telah melukai dan mengkhianati masyarakat. Ia kemudian mengungkapkan temuan sebuah grup aplikasi pesan Whatsapp yang diduga anggotanya merupakan tersangka dalam kasus korupsi Pertamina.
Berdasarkan hal tersebut, Mufti menyimpulkan bahwa oknum-oknum yang ada di grup tersebut, atau pihak lain yang terlibat, yang bukan tersangka, telah sengaja melakukan kejahatan yang merugikan masyarakat luas.
"Kami mendengar sebuah berita yang dibagikan oleh teman kami di grup Komisi VI, yang membuat hati kami sedih, Pak. Apakah Anda tahu apa yang terjadi di grup tersebut, Pak? Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa mereka menemukan sebuah grup WhatsApp dengan nama 'Orang-Orang Senang'. Masya Allah. Jadi, ternyata mereka bertindak dengan sadar semua ini, Pak, ber dansa di atas penderitaan rakyat, melakukan pencurian, bukan hanya dari negara, tapi juga dari rakyat kita," ungkap Mufti.
Oleh karena itu, ia juga menyampaikan permintaan maaf dari Pertamina yang telah disampaikan secara terbuka beberapa waktu lalu. Menurutnya, Pertamina tidak cukup hanya meminta maaf atas kasus yang telah mengenai banyak pihak.
Oleh karena itu, ia bertanya tentang apa langkah yang akan diambil Pertamina untuk menggantikan kerugian massal yang dialami para konsumen yang menjadi korban penjualan Pertamax palsu. Ini dikarenakan bensin merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari rakyat.
Mufti berpendapat bahwa hanya dengan meminta maaf, seperti kasus oplosan Pertamax, tidak cukup dan tidak mengakhiri peran Pertamina dalam masalah ini.
"Bagaimana dengan konsumen yang dirugikan? Apakah ada langkah dari Pertamina untuk mengkompensasi kerugian mereka, Pak? Harap diingat, Pak, bahwa mereka membeli bahan bakar minyak bukan untuk diminum, melainkan untuk keperluan sehari-hari, berpergian dari kantor ke rumah," tambah Mufti.
Lebih jauh, Mufti bercerita tentang kemungkinan buruk jika Pertamina mengelola pasokan oksigen, di mana dia khawatir bahwa oksigen tersebut mungkin akan disalahgunakan menjadi karbon dioksida. "Saya tidak mampu membayangkan, kalau seandainya di kemudian hari oksigen dikelola oleh Pertamina, jangan-jangan mereka akan mengubahnya menjadi karbon dioksida," ungkapnya.
Dia meminta Pertamina untuk menemukan solusi agar konsumen yang dirugikan bisa mendapatkan kompensasi. Dia kemudian mengusulkan agar Pertamina mempertimbangkan ide dari netizen di media sosial, yaitu memberikan bensin Pertamax secara gratis.
"Terus terang, dengarkanlah ide dari netizen. Saya rasa ide itu memiliki dasar, caranya bagaimana mengembalikan citra baik Pertamina, dengan menggantikan rugi konsumen, misalnya dengan memberikan Pertamax gratis selama setahun. Tapi kalau tidak mungkin, ya setidaknya seminggu atau sebulan, atau apa yang bisa Bapak lakukan," ungkapnya.
0 Komentar