Terbit: 10 Feb 2025
Waktu baca: 2 Min
Penulis : @clarisalexa
LINTASWAKTU33 - Rumah lima warga menjadi korban salah gusur karena ulah pengadilan.
Lima rumah warga di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi rata dengan tanah usai digusur pengadilan pada 30 Januari 2025.
Penggusuran merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Putusan tersebut sebagaimana hasil gugatan yang diajukan Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, selaku pemilik kedua tanah induk bernomor sertifikat 325 yang dibeli dari tangan Djuju Saribanon Dolly pada 1976.
Belakangan diketahui, pengadilan salah menggusur kelima rumah warga tersebut yang notabene berada di luar obyek lahan seluas 3,6 hektar yang disengketakan.
Penyebab kesalahan ini diduga karena pengadilan melewati sejumlah prosedur yang semestinya dilaksanakan mereka.
Meski demikian, Asmawati (69), satu dari lima pemilik rumah enggan menuntut Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II meski rumahnya sudah rata dengan tanah.
Mulanya, Asmawati sempat mengutarakan akan menuntut pengadilan karena salah menggusur kediamannya.
Namun, ia menarik ucapannya tersebut setelah korban lain mengingatkan Asmawati untuk memercayakan penyelesaian persoalan ini ke aparat penegak hukum.
Karena itu, ia berusaha menerima dengan ikhlas atas kenyataaan yang telah terjadi.
"Rumah saya sudah rata dengan tanah. Kami menerima cobaan ini, sudah terjadi gimana? Kita cuma berdoa kepada Allah," ungkap Asmawati,
.
Korban lain, Mursiti (60), mengaku senang setelah mengetahui Nusron Wahid akan membantu memberikan dana Rp 25 juta untuk memperbaiki rumahnya yang kini telah rata dengan tanah.
Menurut dia, bantuan tersebut sangat meringankan seluruh korban untuk memperbaiki rumah.
"Saya sangat senang sekali karena Pak Menteri memperhatikan kami rakyat kecil. Terima kasih sekali, saya sangat terbantu untuk bertahan hidup, dibantu Rp 25 juta, masing-masing dari pribadi Pak Menteri," imbuh dia.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut, Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II tidak mengedepankan prinsip kemanusiaan usai salah menggusur rumah warga bersertifikat di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Nusron menilai, pengadilan seharusnya mengedepankan prinsip kemanusiaan dengan tidak menggusur rumah warga secara sepihak.
"Harusnya kalau eksekusi pun juga harus menggunakan prinsip-prinsip kemanusiaan. (Ini) Tidak dengan prinsip-prinsip kemanusiaan, main gusur gitu aja. Kan itu ada orangnya," ujar Nusron saat mengunjungi lahan bersengketa di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025).
Menurut Nusron, pengadilan salah prosedur saat menggusur kelima rumah warga milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan korporasi Bank Perumahan Rakyat (BPR) itu.
Pasalnya, kelima rumah tersebut berada di luar lahan bersengketa seluas 3,6 hektar yang juga telah digusur pengadilan.
Nusron menjelaskan, terdapat tiga proses yang tak dijalankan oleh pengadilan dalam kasus ini.
Pertama, sebelum dilakukan penggusuran, pihak pengadilan seharusnya mengajukan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi.
Pengajuan ini merujuk amar putusan gugatan yang ternyata tidak ada perintah pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat tanah.
Menurut Nusron, pengadilan salah prosedur saat menggusur kelima rumah warga milik Asmawati, Mursiti, Siti Muhijah, Yeldi, dan korporasi Bank Perumahan Rakyat (BPR) itu.
Pasalnya, kelima rumah tersebut berada di luar lahan bersengketa seluas 3,6 hektar yang juga telah digusur pengadilan.
Nusron menjelaskan, terdapat tiga proses yang tak dijalankan oleh pengadilan dalam kasus ini.
Pertama, sebelum dilakukan penggusuran, pihak pengadilan seharusnya mengajukan pembatalan sertifikat warga kepada Kantor BPN Kabupaten Bekasi.
Pengajuan ini merujuk amar putusan gugatan yang ternyata tidak ada perintah pengadilan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat tanah.
"Ini tiga-tiganya tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan," imbuh dia.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa kelima pemilik rumah tetap sah menempati kediaman mereka, sekalipun sudah ada keputusan hukum.
"Beliau-beliau ini korban, kan yang konflik masa lalu, (mereka) enggak ngerti. Dia beli dari yang sah, keluar duit. Sikap kita terhadap ekseusi ini bagaimana? Pertama, sertifikat ini sah dan masih sah meskipun sudah ada putusan pengadilan," imbuh dia.
0 Komentar